Mohamad Ansori
Ada pepatah, bisa karena biasa. Artinya, pendidikan salah satunya dapat dilaksanakan dengan pembiasaan. Atau, kebisaan dapat dilahirkan melalui pembiasaan. Anak yang disiplin, dapat lahir dari kebiasaan yang disiplin. Anak yang kreatif, dapat lahir dan kebiasaan orang tua dan guru untuk membuka kran kreativitas yang seluas-luasnya dalam pembelajaran. Anak yang rajin mengaji, lahir karena pembiasaan yang dilakukan orang tua dan gurunya untuk mengaji.
Anis Ibnatul M, dkk (2013) mengatakan bahwa pembiasaan merupakan kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu tersebut dapat menjadi kebiasaan. Pembiasaan adalah segala sesuatu yang dilakukan secara berulang untuk membiasakan individu dalam bersikap, berperilaku, dan berpikir dengan benar.
Semula, pembiasaan bisa berawal dari pemaksaan. Orang yang diberikan kebebasan untuk melakukan sesuatu, bisa jadi berpikir bahwa ia juga bebas untuk tidak melakukan sesuatu. "Pemaksaan" yang terencana dan terprogram dengan tujuan tertentu yang telah ditetapkan, dapat menjadi sarana untuk menghasilkan sesuatu yang dinginkan.
Para guru di sekolah, menginginkan murid-muridnya bisa membaca al Qur'an dengan baik dan benar. Maka program membaca al Qur'an perlu direncanakan dengan matang, baik waktu, tempat, pembimbing, dan metode yang dilakukan. Sejak awal, para guru juga harus menyiapkan punishment and reward bagi murid yang tidak mengikuti kegiatan. Para murid tentunya akan merasa "terpaksa" membaca al Qur'an dengan waktu dan tempat serta metode yang ditetapkan itu. Tetapi setelah beberapa waktu, murid tentu akan merasakan manfaatnya. Ia akan bisa dengan mudah membaca al Qur'an, bahkan ia akan menikmati membaca al Qur'an.
Bagi sebagian orang, pembiasaan seolah "menodai" hak asasi manusia. Pembiasaan yang diawali dengan paksaan tersebut dianggap melanggar hak anak untuk "merdeka" belajar. Apalagi, pembelajaran-pembelajaran kontemporer, seringkali memberikan ruang yang lebih luas kepada anak, untuk belajar ala mereka sendiri.
Metode pembelajaran pembelajaran inkuiri misalnya. Dalam pembelajaran inkuiri, murid diberikan kebebasan untuk mencari dan menemukan. Dalam hal ini, materi pembelajaran tidak diberikan secara langsung. Murid akan mencari dan menyimpulkan sendiri jawaban dari masalah yang dipertanyakan. Proses berpikirnya dilakukan melalui tanya jawab antara murid dan guru.
Proses pembelajaran inkuiri, seolah-olah bertentangan dengan pembiasaan. Para guru seharusnya memahami bahwa tidak semua materi pelajaran dapat dipelajari secara inkuiri. Pembelajaran inkuiri dalam rangka membangkitkan kemampuan siswa untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Sehingga anak harus mencari dan mencari, sampai ia menemukan jawaban dari masalah yang dipertanyakan. Dengan begitu, anak akan menjadi kreatif dan inovatif serta memiliki kemapuan problem solving yang mumpuni.
Lantas, apakah hal ini bertentangan dengan pembiasaan? Tentu saja tidak. Guru harus mengetahui dengan pasti, materi pembelajaran apa yang bisa dilakukan dengan inkuiri atau hal apa yang bisa dikuatkan melalui pembiasaan. Pembiasaan mengajarkan disiplin, menghargai waktu, memiliki konsistensi dalam bersikap. Sedangkan inkuiri mengajari "kebiasaan" berpikir kreatif dan inovatif, hal yang juga tidak terlepas dari "pembiasaan" itu sendiri.
Ada pepatah, bisa karena biasa. Artinya, pendidikan salah satunya dapat dilaksanakan dengan pembiasaan. Atau, kebisaan dapat dilahirkan melalui pembiasaan. Anak yang disiplin, dapat lahir dari kebiasaan yang disiplin. Anak yang kreatif, dapat lahir dan kebiasaan orang tua dan guru untuk membuka kran kreativitas yang seluas-luasnya dalam pembelajaran. Anak yang rajin mengaji, lahir karena pembiasaan yang dilakukan orang tua dan gurunya untuk mengaji.
Anis Ibnatul M, dkk (2013) mengatakan bahwa pembiasaan merupakan kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu tersebut dapat menjadi kebiasaan. Pembiasaan adalah segala sesuatu yang dilakukan secara berulang untuk membiasakan individu dalam bersikap, berperilaku, dan berpikir dengan benar.
Semula, pembiasaan bisa berawal dari pemaksaan. Orang yang diberikan kebebasan untuk melakukan sesuatu, bisa jadi berpikir bahwa ia juga bebas untuk tidak melakukan sesuatu. "Pemaksaan" yang terencana dan terprogram dengan tujuan tertentu yang telah ditetapkan, dapat menjadi sarana untuk menghasilkan sesuatu yang dinginkan.
Para guru di sekolah, menginginkan murid-muridnya bisa membaca al Qur'an dengan baik dan benar. Maka program membaca al Qur'an perlu direncanakan dengan matang, baik waktu, tempat, pembimbing, dan metode yang dilakukan. Sejak awal, para guru juga harus menyiapkan punishment and reward bagi murid yang tidak mengikuti kegiatan. Para murid tentunya akan merasa "terpaksa" membaca al Qur'an dengan waktu dan tempat serta metode yang ditetapkan itu. Tetapi setelah beberapa waktu, murid tentu akan merasakan manfaatnya. Ia akan bisa dengan mudah membaca al Qur'an, bahkan ia akan menikmati membaca al Qur'an.
Bagi sebagian orang, pembiasaan seolah "menodai" hak asasi manusia. Pembiasaan yang diawali dengan paksaan tersebut dianggap melanggar hak anak untuk "merdeka" belajar. Apalagi, pembelajaran-pembelajaran kontemporer, seringkali memberikan ruang yang lebih luas kepada anak, untuk belajar ala mereka sendiri.
Metode pembelajaran pembelajaran inkuiri misalnya. Dalam pembelajaran inkuiri, murid diberikan kebebasan untuk mencari dan menemukan. Dalam hal ini, materi pembelajaran tidak diberikan secara langsung. Murid akan mencari dan menyimpulkan sendiri jawaban dari masalah yang dipertanyakan. Proses berpikirnya dilakukan melalui tanya jawab antara murid dan guru.
Proses pembelajaran inkuiri, seolah-olah bertentangan dengan pembiasaan. Para guru seharusnya memahami bahwa tidak semua materi pelajaran dapat dipelajari secara inkuiri. Pembelajaran inkuiri dalam rangka membangkitkan kemampuan siswa untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Sehingga anak harus mencari dan mencari, sampai ia menemukan jawaban dari masalah yang dipertanyakan. Dengan begitu, anak akan menjadi kreatif dan inovatif serta memiliki kemapuan problem solving yang mumpuni.
Lantas, apakah hal ini bertentangan dengan pembiasaan? Tentu saja tidak. Guru harus mengetahui dengan pasti, materi pembelajaran apa yang bisa dilakukan dengan inkuiri atau hal apa yang bisa dikuatkan melalui pembiasaan. Pembiasaan mengajarkan disiplin, menghargai waktu, memiliki konsistensi dalam bersikap. Sedangkan inkuiri mengajari "kebiasaan" berpikir kreatif dan inovatif, hal yang juga tidak terlepas dari "pembiasaan" itu sendiri.