Pembelajaran Transdisipliner Tematik Terpadu


S
alah satu istilah populer dalam penerapan Kurikulum 2013 (K-13) di Sekolah Dasar adalah penggunaan istilah tematik terpadu. Istilah ini digunakan untuk menunjukkan pendekatan pembelajaran Kurikulum 2013 di sekolah dasar yang disusun berdasarkan tema tertentu, yang berkaitan dengan lingkungan dan masyarakat. Melalui pendekatan ini peserta didik tidak lagi mengenal mata pelajaran bahasa Indonesia, matematika, IPA, IPS dan lain-lain. Belajar dengan pendekatan ini ibarat minum juz buah mix, yang mana peserta didik sudah tidak dapat membedakan lagi buah apa yang dicampurkan dalam jus buah itu, tetapi mereka dapat merasakan manfaatnya.
Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang dirancang untuk menyiapkan kompetensi peserta didik sesuai tuntutan dan kebutuhan pada Abad 21. Pada abad ini, kemampuan dalam berkreasi dan berkomunikasi memiliki arti yang sangat penting. Demikian juga kompetensi sikap, seperti kejujuran, etos kerja, kedisiplinan, dan lain-lain, juga memiliki posisi yang penting dalam kehidupan, disamping kompetensi pengetahuan dan ketrampilan yang juga diperlukan.
Untuk mencapai kompetensi seperti itu diperlukan pendekatan pembelajaran yang tematik terpadu. Maknanya, peserta didik mempelajari semua pelajaran secara terpadu melalui tema-tema kehidupan yang dijumpai peserta didik setiap hari. Setiap materi yang dipelajari dikaitkan dengan kehidupan di alam nyata, sehingga peserta didik dapat mengkonkritkan pengetahuan mereka yang selama ini masih bersifat abstrak.
Berkaitan dengan pembelajaran tematik terpadu ini Muhammad Nuh (2013) mengatakan “peserta didik diajak mengikuti proses pembelajaran yang transdisipliner dimana kompetensi yang diajarkan dikaitkan dengan konteks peserta didik dan lingkungannya”. Pembelajaran transdisipliner pada hakikatnya merupakan pembelajaran lintas disiplin ilmu. Dengan pembelajaran ini ilmu pengetahuan tidak lagi dibingkai dalam berbagai disiplin ilmu tetapi telah menjadi satu kesatuan ilmu itu sendiri.
Tujuan utama dari pendekatan tematik terpadu adalah untuk menghindari tumpang tindih dan ketidakselarasan antar materi mata pelajaran. Dengan demikian akan tercapai efisiensi materi dan efektifitas dalam penyerapannya oleh peserta didik. Selama ini, beberapa mata pelajaran bahkan mempelajari hal yang sama meskipun mata pelajarannya berbeda. Sebagai contoh adalah materi tentang alam dan lingkungan, yang diajarkan baik oleh mata pelajaran IPA maupun IPS.
Sejalan dengan kompetensi yang diharapkan itu, melalui penerapan pendekatan tematik terpadu ini peserta didik  dapat mengembangkan kemampuan bahasa dan komunikasinya melaui pembelajaran saintifik, baik pada saat menanya dan mengumpulkan data maupun pada saat presentasi serta diskusi, sekaligus mengembangkan pikir dan tindak yang produktif dan kreatif. Kemampuan tersebut juga ditunjukkan melalui sajian pengetahuan dan ketrampilan pesera didik pada saat mereka harus mempresentasikan hasil belajar mereka. Apalagi pembelajaran tematik terpadu ini juga melalui proses pembelajaran berbasis penemuan (discovery learning) yang dirancang melalui kegiatan berbasis proyek (project based learning) yang mencakup kegiatan mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengkomunikasikan.
Dalam penerapannya, guru mengamati dan memerhatikan beberapa aspek inti yang berupa kompetensi inti. Setiap materi pelajaran selalu memuat kompetensi religius (KI 1), kompetensi sosial (KI 2), kompetensi pengetahuan atau kognitif (KI 3) dan komptensi ketrampilan (KI 4). Sedapat mungkin dalam setiap penyampaian materi pelajaran guru memberikan perhatian pada kaitan antara materi dengan nilai-nilai religius, sosial, kognitif dan ketrampilan. Dengan demikian diharapkan para peserta didik dapat dapat mengembangkan semua potensi yang dimilikinya.
Namun demikian pendekatan tematik terpadu ini bukan tanpa kelemahan. Dengan keterpaduan materi pelajaran tersebut para peserta didik tidak lagi mengenal mata pelajaran. Peserta didik kelas I misalnya, tidak mengenal istilah pelajaran matematika, IPA, bahasa Indonesia, dan lain-lain. Padahal dalam rapor mereka, kualitas pengetahuan masih dinilai berdasarkan mata pelajaran itu. Bahkan tidak hanya dengan angka, tetapi juga dengan grade dan narasi yang menjelaskan kemampuan mereka dalam menguasai kompetensi dasar (KD) dari masing-masing pelajaran. Sehingga sering muncul pertanyaan, jika peserta didik belajar menggunakan pendekatan tematik terpadu, mengapa mereka harus dinilai berdasarkan mata pelajaran? Faktanya penilian ini yang seperti inilah yang menjadi beban dan kesulitan bagi para guru di sekolah dasar. Ibaratnya, para guru harus memilah lagi, buah-buah yang telah tercampur dalam satu gelas es buah. Benarkah?

*) Penulis adalah Guru di SD Islam “Bayanul Azhar” Bendiljati Kulon
Kecamatan Sumbergempol Tulungagung


Comments