Mohamad Ansori
Halal bi halal merupakan salah satu tradisi di Indonesia, yang diinisiasi oleh KH Wahab Hasbullah, sebagai solusi dari kegaduhan nasional pasca kemerdekaan. Dimana pada saat itu, diantara para pemimpin mulai timbul perselisihan yang sangat dikhawatirkan akan memunculkan kegaduhan di tingkat akar rumput. Sehingga, diperlukan wahana silaturrahim antar pemimpin untuk menyelesaikan persoalan bangsa. Dan, terciptalah istilah hala bi halal, yang dikonotasikan sebagai kegiatan silaturrahim dan saling memaafkan yang diadakan pada hari raya Idul Fitri.
Inti halal bi halal adalah saling memaafkan. Hal ini sangat penting karena pada saat Idul Fitri boleh jadi kesalahan manusia pada Allah Swt telah diampuni, tetapi haqqul adami dan kesalahan pada sesama manusia, belum terselesaikan. Oleh karena itu, momentum halal bi halal dapat dimanfaatkan untuk menghapus dosa sesama manusia, sehingga pada Idul Fitri, umat Islam telah dapat mensucikan dirinya dari kesalahan hablum minallahnya, sekaligus kesalahan hablum minannasnya. Alhasil, kita dapat kembali ke kesucian atau ke fitrah kita sebagai manusia.
Menurut KH Muhson Hamdany, M.Sy, makna Idul Fitri adalah kembali pada kesucian dan kembali kepada fitrah. Kembali pada kesucian dimaknai diampuni dosanya oleh Allah Swt dan dimaafkan kesalahannya kepada manusia, sedangkan kembali pada fitrah memiliki tiga makna, yaitu: (1) fitrah pengakuan adanya Tuhan, (2) fitrah manusia sebagai makhluk sosial, dan (3) fitrah bahwa manusia memiliki kebaikan, namun juga memiliki kesalahan.
Fitrah kepercayaan kepada Tuhan, dimiliki oleh setiap manusia. Bahkan, orang-orang komunispun, juga percaya adanya Tuhan, meskipun mungkin karena pemikiran, pergaulan, dan kesalahan pengambilan kesimpulan, membuat mereka tidak mengakuinya.
Adanya animisme, dinamisme, dan penyembahan pada berhala, juga menunjukkan bahwa setiap manusia, memiliki naluri untuk mempercayai adanya kekuatan besar yang mempengaruhi kehidupannya. Hanya saja, mereka tidak mendapatkan petunjuk, tentang siapa pemilik kekuatan besar itu. Sehingga, mereka mencari-carinya sendiri, dan mereka menganggap pohon-pohon besar, gunung, dan berhala, sebagai Tuhan mereka.
Fitrah manusia sebagai makhluk sosial, menunjukkan bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri. Manusia adalah zoon politicon yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan makanan yang tidak bisa diproduksinya sendiri. Ia butuh binatang dan tumbuhan sebagai sumber makanannya, dan membutuhkan orang lain untuk mengelolanya.
Ketika seorang manusia berhasil dalam hidupnya, tentu ia tidak dapat sukses sendiri. Ada orang lain yang membantu kesuksesannya. Sehingga, ia tidak boleh menyombongkan diri, dan mengakui keberhasilannya itu sebagai usahanya sendiri saja. Oleh karena itu, fitrah manusia harus bisa memanusiakan orang lain, menghormatinya, dan mempedulikan keberadaan orang lain di sekitarnya.
Fitrah manusia sebagai makhluk yang memiliki kelebihan namun pada saat yang sama juga memiliki kelemahan atau kekurangan. Selain Rasullullah Saw, tidak ada manusia yang sempurna. Meskipun kita adalah ahsani takwim, namun kita juga mahalul khataq wannisyan, tempatnya salah dan lupa. Oleh karena itu, sebagai manusia kita tidak boleh "jumawa" terhadap kelebihan yang kita miliki, sebab pada saat yang sama kita juga memiliki kesalahan dan kekurangan.
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1441 H, mohon maaf lahir dan bathin.
Wallahu 'alam.
*Disarikan dari "Sekapur Sirih Halal bi Halal Online PAI Kab. Tulungagung, oleh KH Muhson Hamdani, dengan berbagai pengembangan dan penambahan.
Halal bi halal merupakan salah satu tradisi di Indonesia, yang diinisiasi oleh KH Wahab Hasbullah, sebagai solusi dari kegaduhan nasional pasca kemerdekaan. Dimana pada saat itu, diantara para pemimpin mulai timbul perselisihan yang sangat dikhawatirkan akan memunculkan kegaduhan di tingkat akar rumput. Sehingga, diperlukan wahana silaturrahim antar pemimpin untuk menyelesaikan persoalan bangsa. Dan, terciptalah istilah hala bi halal, yang dikonotasikan sebagai kegiatan silaturrahim dan saling memaafkan yang diadakan pada hari raya Idul Fitri.
Inti halal bi halal adalah saling memaafkan. Hal ini sangat penting karena pada saat Idul Fitri boleh jadi kesalahan manusia pada Allah Swt telah diampuni, tetapi haqqul adami dan kesalahan pada sesama manusia, belum terselesaikan. Oleh karena itu, momentum halal bi halal dapat dimanfaatkan untuk menghapus dosa sesama manusia, sehingga pada Idul Fitri, umat Islam telah dapat mensucikan dirinya dari kesalahan hablum minallahnya, sekaligus kesalahan hablum minannasnya. Alhasil, kita dapat kembali ke kesucian atau ke fitrah kita sebagai manusia.
Menurut KH Muhson Hamdany, M.Sy, makna Idul Fitri adalah kembali pada kesucian dan kembali kepada fitrah. Kembali pada kesucian dimaknai diampuni dosanya oleh Allah Swt dan dimaafkan kesalahannya kepada manusia, sedangkan kembali pada fitrah memiliki tiga makna, yaitu: (1) fitrah pengakuan adanya Tuhan, (2) fitrah manusia sebagai makhluk sosial, dan (3) fitrah bahwa manusia memiliki kebaikan, namun juga memiliki kesalahan.
Fitrah kepercayaan kepada Tuhan, dimiliki oleh setiap manusia. Bahkan, orang-orang komunispun, juga percaya adanya Tuhan, meskipun mungkin karena pemikiran, pergaulan, dan kesalahan pengambilan kesimpulan, membuat mereka tidak mengakuinya.
Adanya animisme, dinamisme, dan penyembahan pada berhala, juga menunjukkan bahwa setiap manusia, memiliki naluri untuk mempercayai adanya kekuatan besar yang mempengaruhi kehidupannya. Hanya saja, mereka tidak mendapatkan petunjuk, tentang siapa pemilik kekuatan besar itu. Sehingga, mereka mencari-carinya sendiri, dan mereka menganggap pohon-pohon besar, gunung, dan berhala, sebagai Tuhan mereka.
Fitrah manusia sebagai makhluk sosial, menunjukkan bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri. Manusia adalah zoon politicon yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan makanan yang tidak bisa diproduksinya sendiri. Ia butuh binatang dan tumbuhan sebagai sumber makanannya, dan membutuhkan orang lain untuk mengelolanya.
Ketika seorang manusia berhasil dalam hidupnya, tentu ia tidak dapat sukses sendiri. Ada orang lain yang membantu kesuksesannya. Sehingga, ia tidak boleh menyombongkan diri, dan mengakui keberhasilannya itu sebagai usahanya sendiri saja. Oleh karena itu, fitrah manusia harus bisa memanusiakan orang lain, menghormatinya, dan mempedulikan keberadaan orang lain di sekitarnya.
Fitrah manusia sebagai makhluk yang memiliki kelebihan namun pada saat yang sama juga memiliki kelemahan atau kekurangan. Selain Rasullullah Saw, tidak ada manusia yang sempurna. Meskipun kita adalah ahsani takwim, namun kita juga mahalul khataq wannisyan, tempatnya salah dan lupa. Oleh karena itu, sebagai manusia kita tidak boleh "jumawa" terhadap kelebihan yang kita miliki, sebab pada saat yang sama kita juga memiliki kesalahan dan kekurangan.
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1441 H, mohon maaf lahir dan bathin.
Wallahu 'alam.
*Disarikan dari "Sekapur Sirih Halal bi Halal Online PAI Kab. Tulungagung, oleh KH Muhson Hamdani, dengan berbagai pengembangan dan penambahan.
Sudah saya baca, terima kasih ilmu
ReplyDeletenbah ilmu buat saya terkait halal bihalal makna fitroh.
Kalau yang nulis S2 pasti beda, joss..
matur nuwun....
DeleteTulisan nya mantap.
ReplyDeletematur nuwun....
DeleteBagus , Lancar mengalir
ReplyDeletematur nuwun....
DeleteHadirrrr
ReplyDeletematur nuwun....
Delete