Kegiatan ekstrakurikuler adalah suatu
kegiatan di luar jam belajar yang sangat bermanfaat untuk meningkatkan minat
dan bakat siswa. Minat dan bakat itu bisa meliputi bidang seni, olahraga,
keagamaan, dan lain-lain. Bidang seni seperti seni suara, seni rupa, sastra, dan
seni drama. Bidang olah raga meliputi olah raga permainan, atletik, renang, dan
lain-lain. Sedang pada bidang keagamaan, khususnya agama Islam, antara lain MTQ,
seni kaligrafi, seni sholawat, dan lain-lain.
Salah satu ekstrakurikuler
yang tidak umum dilaksanakan di sekolah dasar adalah jurnalistik. Roland E.
Wolseley dalam buku Understanding Magazines (1969): menjelaskan bahwa jurnalistik
adalah pengumpulan, penulisan, penafsiran, pemrosesan, dan penyebaran informasi
umum, pendapat pemerhati, hiburan umum secara sistematis dan dapat dipercaya
untuk diterbitkan pada suratkabar, majalah, dan disiarkan.
Berdasarkan
jenisnya, jurnalistik dapat dibedakan menjadi:
1. Jurnalistik Cetak
(printed journalism) — yaitu proses jurnalistik di media cerak (printed media) koran/suratkabar, majalah, tabloid.
2. Jurnalistik Elektronik
(electronic journalism) atau Jurnalistik Penyiaran (Broadcast Journalism) —
yaitu proses jurnalistik di media radio, televisi, dan film.
3. Jurnalistik Online
(online journalism) atau Jurnalistik Daring (dalam jaringan — yaitu
penyebarluasan informasi melalui situs web berita atau portal berita (media
internet, media online, media siber).
Ekstrakurikuler
jurnalistik, banyak diterapkan di sekolah-sekolah menengah, mulai tingkat SMP
dan yang sederajat, SMA, dan Perguruan Tinggi. Pada umumnya wujud kegiatannya
berupa penerbitan buletin sekolah, membuat blog atau website, dan majalah
kampus. Pelatihannya sendiri umumnya terfokus pada kegiatan produksi naskah
jurnalistik dalam bentuk terbitan-terbitan di atas. Pelatihan secara khusus
seperti bagaimana cara menulis berita, bagaimana cara menulis puisi, menggambar
ilustrasi, dan sebagainya, diberikan secara terpisah oleh sekolah melalui guru
seni, guru bahasa Indonesia, atau lembaga-lembaga kursus di luar sekolah.
Lantas, bagaimana
dengan jurnalistik di sekolah dasar? Mungkinkan ekstrakurikuler jurnalistik
dilaksanakan di sekolah dasar? Jika pertanyaannya hanya mungkin atau tidak
mungkin, tentu jawabnya adalah mungkin. Hanya saja, bagaimana
kemungkinan-kemungkinan itu dapat dilaksanakan dengan baik di sekolah dasar?
Produk jurnalistik
di sekolah dasar tidak harus diartikan sebagai kegiatan menghasilkan produk
berupa buletin, majalan, koran, dan sebagainya. Jurnalistik dapat dimulai dari
bagaimana siswa dapat menyusun kata menjadi kalimat yang benar, lalu bagaimana
kalimat-kalimat itu menjadi paragraf yang baik dan benar, serta bagaimana
kalimat-kalimat itu menjadi teks yang baik. Anak-anak tidak harus dapat membuat
teks panjang, tetapi cukup membuat “lima paragraf” yang baik dan benar.
Selain itu,
jurnalistik dapat juga dilaksankan dengan mengajari anak membuat puisi. Anak-anak
dikenalkan dengan olah kata dan olah rasa dalam puisi, mulai tema-tema
sederhana dan akrab dengan anak-anak seperti tentang teman, ibu, ayah, binatang
piaraan, bunga, dan sebagainya.
Lebih lanjut,
anak-anak juga patut dikenalkan dengan cerita anak. Cerita anak dipilihkan
cerita-cerita yang mengandung unsur pendidikan karakter sehingga nilai-nilai
karakter juga masuk di dalamnya.
Untuk semua tugas
yang diberikan, tetap harus dilakukan setelah anak dikenalkan dengan contoh
materi sekaligus penjelasannya. Anak-anak baru diminta membuat puisi, membuat
teks, dan mengarang ceritanya sendiri, sesuai kemampuannya. Di awal, tentu
rangkaian kata anak-anak akan sangat beragam. Dari situlah guru pembimbing
dapat melihat mana anak yang berbakat pada bidang jurnalistik, dan mana yang
tidak.
Lebih lanjut,
anak-anak juga patut dikenalkan dengan cerita anak. Cerita anak dipilihkan
cerita-cerita yang mengandung unsur pendidikan karakter sehingga nilai-nilai
karakter juga masuk di dalamnya.
Untuk semua tugas
yang diberikan, tetap harus dilakukan setelah anak dikenalkan dengan contoh
materi sekaligus penjelasannya. Anak-anak baru diminta membuat puisi, membuat
teks, dan mengarang ceritanya sendiri, sesuai kemampuannya. Di awal, tentu
rangkaian kata anak-anak akan sangat beragam. Dari situlah guru pembimbing
dapat melihat mana anak yang berbakat pada bidang jurnalistik, dan mana yang
tidak.
Untuk materi yang
lebih komplit, sekolah dapat mendatangkan wartawan. Selain menyampaikan materi,
kehadiran wartawan di sekolah juga dalam rangka memberi motivasi. Apalagi jika
wartawan yang didatangkan merupakan sosok yang telah dikenal anak-anak, tentu
hal ini akan lebih menyemangati.
Materi yang
disampaikan tentu tidak harus sangat detil. Anak cukup diajari unsur-unsur
utama dalam sebuah berita, yaitu 5W+1H, yaitu who, what, where, when, why, dan
how. Narasumber juga dapat memberikan contoh-contoh berita sederhana,
sembari menunjukkan teks yang bukan berita. Sehingga, paling tidak siswa dapat
membedakan mana teks jenis berita dan mana yang bukan berita. Di akhir
kegiatan, siswa diharapkan dapat memproduk berita, meskipun hanya satu
paragraf.
Presentasi hasil
karya anak dapat ditempel di dinding sekolah dalam bentuk majalah dinding. Warga
sekolah dapat memberikan apresiasinya pada karya tersebut. Para guru dapat
menyemangati anak dengan memberikan apresiasi berupa penghargaan dengan
mengumumkannya pada upacara bendera, atau di masing-masing kelas tempat anak
belajar. Dengan begitu anak akan merasa dihargai karyanya.
Mantab, sudah berlanjutkan ... Kepalanya sip.
ReplyDeletethanks...
DeleteMengenalkan dunia literasi ke anak didik...mantap
ReplyDeleteSip cak.. Teruskan berkarya,
ReplyDelete