Kompetensi kolaborasi, yang merupakan salah satu kompetensi abad 21 yang harus dikuasai siswa, mensyaratkan seseorang dapat bekerjasama dengan orang lain, baik secara individu, maupun bersama banyak orang lainnya. Oleh karena itu, sejak dini guru sebaiknya mengenalkan siswa dengan organisasi.
Menurut Siagian
pengertian organisasi adalah setiap bentuk persekutuan antara dua orang / lebih
yang saling bekerjasama serta terikat secara formal dalam rangka melakukan
pencapaian tujuan yang sudah ditentukan dalam ikatan yang ada pada seseorang
atau beberap orang yang dikenal sebagai atasan dan seorang atau kelompok orang
yang dikenal sebagai bawahan. Intinya, organisasi adalah beberapa orang yang
bekerjasama untuk meraih tujuan tertentu.
Pada umumnya,
setiap kelas adalah organisasi. Di sekolah dasar, kelas adalah para siswa yang
belajar bersama, dengan wali kelas, jadwal pelajaran, materi pelajaran, dan
dalam ruang yang sama. Tujuan dari semua anggota kelas juga sama, yaitu untuk
mencapai kompetensi dasar yang telah ditetapkan dengan melaksanakan
pembelajaran yang efektif dan efisien. Namun, tidak semua anak mengetahui bahwa
mereka merupakan anggota organisasi yang bernama kelas.
Oleh karena itu, pada
setiap awal tahun pelajaran, guru menjadwalkan adanya pemilihan ketua kelas,
penetapan sekretaris dan bendahara, serta kelompok-kelompok piket. Pada intinya,
hal ini adalah upaya untuk memperkenalkan organisasi pada anak. Dengan penataan
struktrur kelas itu, anak mengetahui siapa pemipin di kelasnya, apa hak dan
kewajibannnya, dan apayang menjadi tugasnya sehari-hari.
Di kelas,
sebaiknya guru tidak hanya menata struktur kelas. Tetapi juga menunjukkan pada
masing-masing posisi, akan tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya. Dengan
demikian, anak akan mengenal apa tugas seorang ketua, apa kewajiban sekretaris,
dan apa kewajiban bagi semua anggota organisasi kelas.
Dalam situasi dan
kondisi tertentu, dimana sumber daya dan hal-hal yang dibutuhkan, bahkan guru
dapat memperkenalkan lebih dulu cara pemilihan ketua kelas yang demokratis. Dalam
artian, jika jumlah siswanya cukup banyak, fasilitasnya ada, guru dapat membuat
simulasi pemilihan umum dengan tujuan pemilihan ketua kelas. Di sekolah-sekolah
unggulan hal ini sudah dapat dilaksanakan sehingga pemilihan ketua kelas
layaknya “pilkada”.
Guru dapat
menyiapkan keperluan yang dibutuhkan seperti surat suara, bilik suara, bahkan
tahapan-tahapan pemilihan ketua kelas. Calon ketua kelas diminta membuat naskah
pidato kampanye, sehingga sebagai kandidat ketua kelas, sang “calon” dapat
menyampaikan pidato visi dan misinya.
Paling tidak, ada
pembelajaran lain di luar pengenalan organisasi dalam kaitannya dengan
pemilihan ketua kelas ini, yaitu antara lain: (1) siswa dapat mengikuti
simulasi tahapan pemilihan, (2) calon dapat belajar berpidato untuk
menyampaikan pesan di depan umu, (3) siswa mengetahui tata cara berdemokrasi,
sebagai suatu sistem pemilihan yang sudah disepakati bangsa Indonesia, dan (4)
melatih mental siswa untuk tidak merasa malu jika tidak terpilih, tidak sombong
jika terpilih, dan menganggap pemilihan ketua kelas sebagai hal yang
biasa-biasa saja.
Namun, guru tetap
harus hati-hati dalam menerapkan pengenalan ini. Guru harus benar-benar
menyiapkan mental anak terutama mereka yang ikut dalam kompetisi. Anak harus
benar-benar siap menang dan siap kalah. Selain, jangan sampai setelah itu
muncul “kubu-kubuan” diantara anak-anak, karena hal itu tentu akan kontra
produktif dengan tujuan kegiatan itu sendiri.
Sangat bermanfaat
ReplyDeleteaamiin...
Delete