Merdeka Belajar, Mengapa Memerlukan Asesmen Diagnostik?

Merdeka belajar tidak saja mengizinkan guru untuk membuat pembelajaran yang terdeferesiasi, tetapi juga memberikan kesempatan pada murid untuk belajar sesuai kebutuhannya. Melalui program media belajar, pemerintah memberikan kesempatan pada anak tentang materi apa yang disukai, dan materi apa yang tidak disukai.

Pertanyaannya, bisakah anak mengetahui dirinya sendiri? Mengetahui sesungguhnya ia itu berbakat pada bidang apa? Atau yang pas ia harus mendalami apa?



Disinilah peran guru sebagai pembimbing. Guru menjalankan kurikulum merdeka belajar dengan mengutamakan siswa (students centered) dalam kegiatan pembelajarannya.

Tapi bukan berarti guru membiarkannya siswanya "merdeka belajar" (dalam tanda kutip), sesuai keinginan apa, kapan, dimana, dan dengan siapa.

Guru memang mengurangi perannya yang selama ini dominan. Tetapi, guru tidak melepaskan perannya.

Seorang anak, apa lagi yang masih berada di pendidikan dasar, masih sangat memerlukan arahan guru. Bahkan kadang-kadang anak tidak tahu apa kemampuan dirinya yang dominan. Sehingga, diperlukanlah serangkaian kegiatan yang dapat menampakkan potensi utama seorang anak.

Oleh karena itu, di awal tahun atau awal semester, guru seharusnya melakukan asesmen diagnostik. Asesmen diagnostik ini dapat dipisahkan menjadi asesmen diagnostik kongnitif dan asesmen diagnostik non kognitif.

Asesmen diagnostik kognitif diperlukan untuk memetakan kemampuan kognitif anak di kelas. Dengan hasil asesmen diagnostik ini, guru dapat mengelompokkan siswanya ke dalam beberapa kelompok. 

Dengan demikian, guru dapat melakukan pembelajaran dengan cara yang berbeda untuk kelompok yang berbeda. Paling tidak, guru dapat menyesuaikan kualitas dan kuantitas pendampingan kelompok dengan ritme yang berbeda.

Pada kelompok lemah misalnya, guru sering berkunjung untuk mengamati, membimbing, dan mengarahkan siswa, bahkan membantunya.

Pada kelompok kuat, mungkin saja guru mengurangi ritme kunjungannya karena kelompok itu sudah dapat menyelesaikan sendiri persoalannya.

Sementara itu, asesmen diagnostik non kognitif diperlukan untuk mengetahui sikap, sifat, karakter, hobi, dan sisi non kognitif lainnya.

Dengan begitu, guru dapat menentukan sikap yang tepat dalam menghadapi perangai seorang anak. Dari hasil diagnostik itu guru juga dapat mengetahui apa bagaimana menghadapi "kenakalan" seorang anak. ***


Comments